Jepang dikenal dengan negara yang memiliki daya tarik tersendiri dalam budaya tradisionalnya. Orang Jepang sangat menghargai alam, hal tersebut kemudian mempengaruhi berbagai budaya yang mereka miliki. Salah satu budaya tradisional Jepang yang menarik adalah ikebana. Kata ikebana sendiri terdiri dari dua kanji, yaitu ike (生) yang berarti hidup dan hana (花) yang berarti bunga. Jadi, rangkaian bunga ikebana adalah merangkai bunga agar tampak hidup (Aminudin, 1991:91).
Seni ikebana adalah kegiatan merangkai bunga untuk membentuk karangan yang indah. Rangkaian ikebana memadukan berbagai hal dari tamanan, tidak hanya bunga tetapi juga meliputi ranting, daun, hingga rerumputan. Bagi masyarakat Jepang rangkaian ikebana memiliki filosofi yang melambangkan keselarasan antara langit, bumi, dan manusia.
Prinsip ikebana yang paling mudah dipahami adalah rangkaian bunganya dibagi menjadi 3 bagian, yaitu (天) ten yang berarti langit, (人) hito yang berarti manusia, dan (地) chi yang berarti tanah. Hal ini disebabkan seni ikebana juga dipengaruhi unsur keagamaan, sehingga banyak rangkaian ikebana yang melambangan kehidupan. Dengan demikian, seni ini merupakan kombinasi dari alam, teknik, dan kreativitas manusia. Dibutuhkan konsentrasi dan ketekunan tinggi dalam merangkai ikebana.
Awalnya pada abad ke-15 ikebana disebut dengan tatebana (立て花) yang memiliki arti bunga yang berdiri. Kemudian pada sekitar abad ke-17 berkembang menjadi gaya rikka (立華), rangkaian bunga yang lebih indah, rumit, dan lebih kompleks daripada rangkaian tatebana. Gaya rikka awal merujuk pada gunung Meru yang diangap pusat semesta dalam agama Buddha. Gaya ini diciptakan oleh seorang biksu Buddha dari Sekolah Ikenobo sehingga rangkaian bunga ini dipengaruhi oleh agama Buddha.
Kemudian di masa yang sama, muncul gaya rangkaian bunga yang dipengaruhi upacara minum teh (chanoyu) yang dikenal dengan nama chabana yang berarti bunga teh. Hal ini tidak terlepas dari fungsi ikebana yang pada masa itu digunakan sebagai dekorasi ruangan minum teh. Kemudian tidak lama setelah itu muncul gaya lain yang sangat sederhana, yaitu nageire yang dapat diartikan melemparkan atau membuang. Nageire ini merupakan rangkaian bunga bergaya bebas.
Selanjutnya Jepang mengalami restorasi meiji yang menyebabkan banyak budaya Barat masuk ke Jepang. Hal tersebut juga mempengaruhi berbagai budaya dan kesenian yang ada di Jepang, termasuk ikebana. Mulai muncul aliran baru yang disebut dengan moribana. Gaya ini lebih berfokus pada warna dan pertumbuhan tanaman sebagai respon dari bunga-bunga baru yang diperkenalkan orang Barat yang datang ke Jepang.
Seiring dengan berkembangnya zaman, seni ikebana ini tidak hanya dipraktikkan oleh kaum biksu dan kaum bangsawan, tetapi sekarang ikebana sudah menyebar luas dalam berbagai lapisan masyarakat Jepang. Sehingga banyak sekolah yang mengajarkan seni merangkai bunga ikebana diantaranya yang populer adalah Ikenobo, Sogetsu dan Ohara. Masing-masing dari sekolah tersebut juga memiliki ciri khas atau karakteristik tersendiri dalam gaya rangkaian ikebana mereka.
Pada umumnya dalam ikebana dikenal tiga gaya (style) di antaranya:
Seni ini dapat kita terapkan dikeseharian kita di Indonesia terkhusus jika ada peringatan hari hari spesial seperti hari Ibu atau Ayah, di hari raya dapat digunakan sebagai pemanis ruangan agar tampak lenih indah, dan hari hari spesiall lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar